Feeds RSS

Sunday 12 August 2007

Terus telat, telat terus

“Ting tong ting tong (anggep aja suara pemberitahuan di stasiun)..bagi para penumpang kereta api cirebon express sekalian, mohon maaf karena ada keterlambatan pemberangkatan dari jadwal semula, saat ini rangkaian gerbong masih berada di stasiun bekasi dan masih sekitar 30 menit lagi masuk stasiun gambir…”

Suara itu gw denger di stasiun gambir sekitar jam 8 an pagi pas gw pengen balik ke jogja, tp transit dulu di cirebon (kayak naek psawat aj pake transit sgala). Wah telat lagi kretanya..(batin gw), trus gw ya pasrah menunggu sambil bersenandung lagunya bang iwan yg syairnya kira2 begini “…smpai stasiun kreta, pukul stngh 2, duduk ak menunggu tanya loket & penjaga, kreta tiba pukul berapa, biasanya kereta terlambat, 2 jam mungkin biasa, 2 jam cerita lama…” (pas banget kan tuh???)..

Disebelah gw waktu itu ada bapak2 yg juga sedang menunggu kreta yg sama. Usianya sih plng br sekitar 35-40 tahunan, orangnya pake kaca mata, bertopi, sama tas samping warna item yg kayak punya sales2 gitu. Dengan baeknya dia menawarkan gw arem2 +gorengan+air mineral, “buat sarapan dek” katanya. Wah baik sekali bapak ini batin gw, dengan ekspresi agak malu2 (jaim dikit lah), akhrnya gw memilih arem2 (hmm lumayan). Trus kami ngobrol2 (tp gw lupa nanya namanya) tentang banyak hal.

Gw sempet tercengang waktu dia cerita tentang pengalaman2 nya waktu di Eropa. Hah gak nyangka, dari penampilannya sih gak ad bau2nya Eropah, bener jg kata orang bule don’t judge the book from it’s cover. Beliau menyinggung perbedaan yang paling menonjol antara di Eropa dan di sini, terutama masalah waktu. Kata beliau kalo di Eropa itu, sperti di Prancis, Itali (viva sang juara dunia !!), dll, waktu sangat dihargai dr pada disini. Contohnya kalau kita berpergian naek kereta, jika di jadwal jam pemberangkatan jam 9 am dan tiba di tujuan jam 11, maka ya jam 9 teng itu harus brangkat dan jam 11 harus sudah tiba di tujuan. Jika ada keterlambatan maka kita akan diberi kompensasi walaupun kereta itu cuma terlambat sekitar 5 atau 10 menit. Belum lagi ditambah rasa penyesalan dan kemaluan – baca rasa malu – dari pihak stasiun.
Nah kalo disini, jangan ngarepin kompensasi deh – paling kalo ada musibah atau telatnya udah kebangetan aja – , paling-paling cuma permohonan maap aj dan dianggep selesai, padahal itu udah molor sampe satu 1 jam anggeplah. Uh betapa bangsa kita tidak menghargai ketepatan waktu (atau mungkin terlalu toleran ya?). Padahal kita kan oleh gusti Allah disuruh utuk menghargai waktu kita di dunia ini agar tidak menjadi orang yang merugi (baca al asr). Kalau orang barat bisa sadar untuk didisiplin terhadap waktu dengan filosopinya yg materialistis sekali yaitu time is money, masak bangsa kita yang mengaku sangat religius tidak mampu berubah meskipun sudah disuruh oleh Tuhannya – karena mayoritas beragama islam –.

Hal tersebut seperti sudah menjadi suatu kebiasaan yang buruk –menurut gw – yang diterima oleh masyarakat. Dikatakan diterima karena masyarakat umumnya tidak mampu dan tidak melakukan usaha bersama untuk menolaknya. Mengapa ya kita seolah-olah malas untuk berubah dan disiplin terhadap hal2 yang padahal demi kebaikan kita sendiri??.

Trus gw kembali puter2 otak dikit, tentang hal2 yg harusnya dibenahi. Yang paling utama dan yg tersulit menurut gw adalah masalah mental atau sosial psikologis. Dan yang lebih sulit lagi adalah bagaimana cara menumbuhkan mental2 untuk sadar itu?? dan siapa yang harus melakukannya??. Apakah harus dipaksakan menurut hukum??. Hmm..mungkin tidak, karena hukum itu harus dipandang sbg ultimum remidium (sebagai sarana yg terakhir) bukan primum remidium (sarana yang utama). Nah, bisa gak gw (sbg sub terkecil), kalian yang baca blog ini (sub yg lebih luas), atau masyarakat (lebih luas lagi) membenahi mental dan kebiasaan yg tidak baik (itu pun kalau tau mana yg dianggap baik, kurang dan tidak baik). ”Selagi masih ada waktu, maka masih ada harapan.”
ngomong2 makasih ya arem2 nya pak..

Sunday 5 August 2007

andai jakarta

Tiap gw balik ke Jakarta, daerah yg gw lewatin terlebih dahulu adalah daerah sepanjang rel KA (coz gw seringnya naek kreta). Mungkin kalian yg pernah kesana juga melihatnya, betapa kumuhnya dan tidak teraturnya daerah daerah tersebut. Sampah dan bedeng2 yg berukuran kecil terhampar di sepanjang rel. Waw apakah tata kota merencanakan seperti ini??itu baru satu tempat saja, bagaimana dengan daerah sepanjang bantaran kali, lalu daerah pemukiman yg padat dan berjejal2 yg sangat tdk tertata sehingga terlihat sangat tidak nyaman dan aman . Pantas saja kalau ada kebakaran sangat cepat merambat. (mgkin memang tdk penah ada perencanaan tata kotanya).

Sangat bertolak belakang jika kita pergi kedaerah elite, atau kita lewat daerah Sudirman atau Thamrin. Dapat kita lihat keangkuhan dan kesombongan Jakarta disana. Gedung2 yg kokoh, besar dan seakan berlomba2 untuk lebih menjulang, atau deretan rumah2 mewah dalam sebuah sebuah kotak yg dinamakan blok, komplek, atau bahkan kota mandiri. Sangat exclusive dan privacy, yah menjadi individualis, nepotis, dan golonganis sekali (apa sih???).

Baiti jannati , rumah ku surgaku. Pernah denger gak?? (kalau home sweet home pasti sering denger). Jika rumah sudah seperti surga, maka jiwa kita yang menmpatinya pun akan tenang dan damai. Bagaimana menciptakan rumah itu seperti surga??Surga itu selalu indah (sangat indah), selalu wangi (luar biasa wangi), selalu bersih (benar2 bersih) dan sebaik2 tempat.
(maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Ar-Ra’d:24).

Bagaimana bisa tercipta kedamaian jika kita tinggal tidak di tempat yg layak (ukuran layak atau tidak menurut kaca mata normal dulu saja). Mengapa Negara yg bertanggung jwb dalam hal ini tdk bs mengatur dan memberikan penghdupan dan tempat kehidupan yg layak bagi warganya. Jika masalah kemiskinan sudah menjadi masalah bersama. Lalu masalah pengaturan tempat tinggal jg dijadikan masalah bersama juga, juga nanti jng2 masalah2 lain kayak korupsi, illegal logging, & mslh Negara lainnya jd masalah bersama jg??(masalah bersama apa sih??dialamin bersama?diselesaikan bersama?atau dibiarin bersama??).

Gak perlu rumah seperti di perumahan mewah yg berlantai marmer, ada deretan pohon2 palem kyk di Beverly (kyk pernah ksn aja), ada air mancur ditengah kolam, ada jalan2 dari konblok, dsb. Cuma penataan ruang saja agar lingkungan hidup kita menjadi sehat. Menciptakan pemukiman yg ideal (menurut kc mata normal) dan manusiawi. Jika harus dibangun pemukiman vertikal atau rumah susun, ya harusnya rumah susun yg benar2 diperhitungkan dngan matang demi kenyamanan penghuninya bukan asal jadi saja. Jika harus menggusur rumah-rumah warga demi sebuah proyek seperti banjir kanal misalnya, ya semestinya proyek2 tersebut demi kenyamanan penduduk lainnya yg ditinggalkan.

Jika tata ruang kota sudah dpt tercipta dengan baik, pasti Jakarta akan menjadi kota yg jauh lebih manusiawi dan menyenangkan dari sekarang (gw nggak blng nggak manusiawi lho). Yah mungkin ini cuma mimpi2 gw aja yg mencoba mewujudkan sebuah kondisi ideal. Bukan tdk mensyukuri akan keadaan yg ada, tp hanyalah menginginkan sesuatu yg lebih baik.
Andai Jakarta.....tenang......teduh......indah......nyaman……seperti mata dan senyumannya…..

genocide

suatu pagi
saat mentari sudah agak tinggi
dimana tetes-tetes embun sudah menguap lagi
dan serangga-serangga malam sudah bersembunyi
lalu terdengarlah sayup-sayup di kejauhan
seperti raungan buldozer yang kesetanan
meriuhkan suasana pagi
oleh bising yang keluar dari mesinnya
Asap pekat dan bau yang menyengat
menyerang membabi-buta kepada siapa saja
tapi para serangga tidak siap
kecoak-kocoak pun keracunan, berputar-putar, mabok...
dan mampus
hahahaha............
(terinspirasi dari semprotan nyamuk DBD suatu pagi...hehehehe)